Pergerakan Islam di Tatar Sunda 1511 @Waiman Cakrabuana

Posted: March 4, 2013 in S.E.J.A.R.A.H

(( KRONOLOGIS SEJARAH KERAJAAN DI TANAH PASUNDAN))

SunanGunungjati

Ilustrasi: Sunan Gunung Jati

1. kehidupan masyarakat Sunda pertama di pesisir barat ujung pulau Jawa, yaitu pesisir Pandeglang. Dipimpin oleh seorang kepala suku (panghulu) Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya. Sistem religi mereka adalah Pitarapuja, yaitu pemuja roh leluhur, dengan bukti sejumlah menhir seperti Sanghiyang Dengdek, Sanghiyang Heuleut, Batu Goong, Batu Cihanjuran, Batu Lingga Banjar, Batu Parigi, dll. Refleksi dukuh Pulasari dapat kita lihat di kehidupan masyarakat Sunda Kanekes (Baduy).

2. Salakanagara

Putri Aki Tirem yaitu Pohaci Larasati, menikah dengan seorang duta niaga dari Palawa (India Selatan) bernama Dewawarman. Ketika Aki Tirem wafat, Dewawarman menggantikannya sebagai penghulu dukuh Pulasari.

Dukuh Pulasari hingga menjadi kerajaan corak Hindu pertama di Nusantara, yang kemudian diberi nama Salakanagara. Salaka berarti Perak dan Nagara berarti negara atau negeri. Oleh ahli dari Yunani, Claudius Ptolomeus, Salakanagara dicatat sebagai Argyre. Dalam berita China dinasti Han, tercatat pula bahwa raja Yehtiao bernama Tiao-Pien mengirimkan duta keChina tahun 132 M. menurut Ayat Rohaedi, Tiao berarti Dewa, dan Pien berarti Warman.

Salakanagara didirikan tahun 130 M, dengan raja pertamanya Dewawarman I dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Rakja Gpura Sagara. memerintah hingga tahun 168 M. Wilayahnya meliputi propinsi banten sekarang ditambah Agrabintapura (Gunung Padang Cianjur) dan Apuynusa (Krakatau).

Raja Terakhir (ke-8) Dewawarman VIII bergelar Prabu Darmawirya Dewawarman (348-363 M).

3. Tarumanagara

Didirikan oleh Jayasingawarman pada 358 M dengan nobat Jayasingawarman Gurudarmapurusa.

Penerusnya adalah Purnawarman yang memindahkan pusat pemerintahan dari Jayasingapura (mungkin Jasinga) ke tepi kali Gomati (bekasi) yang diberi nama Sundapura (kota Sunda), bergelar Harimau Tarumanagara (Wyagraha ning tarumanagara), dan disebut pula Sang Purandara Saktipurusa (manusia sakti penghancur benteng) dan juga Panji Segala Raja. Sedangkan nama nobatnya adalah Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaparakrama Suryamahapurusa Jagatpati.

Raja terakhir Sang Linggawarman sebagai raja ke-12

4. Kerajaan Sunda

Tarumanagara dirubah namanya menjadi Kerajaan Sunda oleh Tarusbawa, penerus Linggawarman.

Akibatnya belahan timur Tarumanagara dengan batas sungai Citarum memerdekakan diri menjadi Kerajaan Galuh

Kerajaan Sunda berlangsung hingga tahun 1482 M, dengan 34 raja.

Prabu Maharaja Linggabuana dinobatkan menjadi raja di kerajaan Sunda pada 22 februari 1350 M. Ia gugur bersama putrinya, Citraresmi, dalam tragedi Palagan Bubat akibat ulah Mahapatih Gajahmada. Peristiwa itu terjadi pada 4 September 1357 M.

Mahaprabu Niskala Wastu Kancana menggantikan posisi Linggabuana pada usia 9 tahun. Dia membuat Prasasti Kawali di Sanghiyang Linggahiyang atau Astana Gede Kawali. Dia juga yang membuat filsafat hidup :” Tanjeur na Juritan, Jaya di Buana” (unggul dalam perang, lama hidup di dunia).

Wastukancana memerintah selama 103 tahun 6 bulan dan 15 hari dalam keadaan damai.

Sri Baduga Maharaja adalah putra Prabu Dewa Niskala, cucu dari Prabu Wastukancana. Ia adalah pemersatu kerajaan Sunda, ketika Galuh kembali terpisah. Kerajaan ini lebih dikenal dengan sebutan Pajajaran. Dialah raja pertama yang mengadakan perjanjian dengan bangsa Eropa, yaitu Portugis. Ia berkuasa dari tahun 1482 s.d. 1521M.

5. Kerajaan Galuh

Pendirinya adalah Prabu Wretikandayun pada 612 M.

Prabu Sanjaya Harisdarma. Ia disebut Taraju Jawadwipa, dan sempat menjadi Maharaja di tiga kerajaan : Kalingga – Galuh – Sunda.

Sang Manarah yang dalam dongeng disebut Ciung Wanara. Ia putera Prabu Premana Dikusumah dari Naganingrum.

6. Kerajaan Pajajaran

Pajajaran adalah sebutan pengganti atas bersatunya kerajaan Galuh dengan kerajaan Sunda, yang dipegang oleh satu penguasa : Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran atau Sri Sang Ratu Dewata.

(( MAJAPAHIT DAN SUNDA))

1. Kerajaan Sunda ini wilayahnya tidak seluas kekuasaan Majapahit yang membentang dari Sumatra hingga Papua bahkan Malaka. Tetapi Kerajaan Majapahit yang terkenal ingin menjajah seluruh Nusantara dengan Sumpah PALAPA-nya Gajah Mada, tidaklah dapat merebut Sunda dan juga Madura.

2. Raden Wijaya, pendiri Majapahit, kakek Raja Hayam Wuruk, adalah ketrurunan Sunda. Raden Wijaya adalah hasil pernikahan Dyah Lembu Tal (Putri Mahisa Campaka dari Singashari) dengan Rakeyan Jayadharma putra Raja Galuh.

Setelah Raden wijaya, Tribuana Tungga Dewi juga memilih tidak melakukan penaklukan kepada kerajaan sunda galuh karena ada unsure kekerabatan Tetapi dibawah Pemerintahan Hayam Wuruk dengan ambisi Palapa-nya Gajah mada disusun suatu siasat politik untuk menguasai Kerajaan Sunda. Prabu hayam Wuruk bermaksud memperistri puteri kerajaan sunda Galuh; “Diyah Pitaloka”.

3. Gajah Mada memiliki pandangan lain yang melihat ini kesempatan untuk menguasai Kerajaan Sunda.

Lamaran dilayangkan dan raja Sunda merasa senang. Tetapi pestanya harus dilaksanakan di Kerajaan Majapahit. Hal ini sungguh diluar kebiasaan adat istiadat, dimana biasanya pesta itu menjadi tanggung jawab pihak calon istri ditempatnya.

Lebih mengherankan lagi jika pesta itu dilakukan bersamaan dengan jadwal menghadapnya (seba) raja-raja (taklukan) se nusantara ke Majapahit, sambil menyerahkan upeti.

4. Sang Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati (adik Prabu Maharaja Linggabuwana) sebagai penasihat raja memberikan pertimbangan dari berbagai aspek, termasuk kemungkinan motivasi politik Majapahit yang saat itu sedang melakukan ekspansi ke seluruh wilayah nusantara. Prabu Maharaja Linggabuwana tidak buta dengan hal ini, tetapi ia lebih mengedepankan hubungan kekerabatan dengan tetap berprasangka baik.

5. Maka berangkatlah rombongan pengantin dari Sunda dengan diiringi 90 orang pasukan Balamati dan para petinggi istana. Prabu Maharaja Linggabuwana, disertai Permaisuri Dewi Lara Lisning, serta Putri Dyah Pitaloka berada dalam kereta kencana. Adapun Patih Singaperbangsa, Yuwamantri Wirayudha, Senapati Sutrajali dan Ki Panghulu Sora berada dalam iringan pasukan berkuda.

6. Rombongan calon pengantin dari Sunda di istirahatkan disebuah pesanggrahan mewah di lapangan Bubat sebelum dihadapkan pada upacara pernikahan dengan Raja Hayam Wuruk. Tapi Gajah Mada bertindak lebih cepat, dengan kesatuan Bhayangkara-nya Gajah Mada menjemput calon pengantin dengan terlebih dahulu mempersyarati dengan pengakuan superioritas dan tanda takluk Sunda kepada Majapahit. terjadilah pertempuran tidak seimbang, atau lebih tepat pembantaian, yang dilakukan pasukan besar Majapahit dengan 90 orang pasukan Balamati yang melindungi Raja Sunda. Seluruh anggota rombongan Kerajaan Sunda gugur dalam pertempuran di lapangan Bubat itu.

(( KERUNTUHAN MAJAPAHIT DAN KERAJAAN SUNDA))

1. Dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit ditangan Kerajaan Islam Demak maka otomatis di Nusantara tinggal kerajaan Sunda / Pajajaran. Sebagai kerajaan besar selain islam.

2. Kerajaan Sunda / Pajajaran adalah kerajaan dengan agama SUNDA.

(( PROSES ISLAMISASI SUNDA))

1. Sri Baduga menikah dengan Nyi Subang Larang, seorang puteri Ki Gede Tapa, penguasa Syah Bandar Karawang. Peristiwa pernikahannya terjadi ketika Prabu Siliwangi belum menjadi raja Pajajaran; ia masih bergelar Prabu Jaya Dewata atau Manahrasa dan hanya menjadi raja bawahan di wilayah Sindangkasih (Majalengka), yaitu salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Galuh Surawisesa  (kawali-Ciamis) yang diperintah oleh ayahnya Prabu Dewa Niskala. Sedangkan kerajaan Sunda-Surawisesa (Pakuan/Bogor) masih dipegang oleh kakak ayahnya (ua: Sunda) Prabu Susuk Tunggal.

Sebelum menjadi isteri (permaisuri) Prabu Siliwangi, Nyi Subang Larang telah memeluk Islam dan menjadi santri (murid) Syeikh Hasanuddin atau Syeikh Quro. Ia adalah putera Syeikh Yusuf Sidiq, ulama terkenal di negeri Champa (sekarang menjadi bagian dari Vietnam bagian Selatan).

Syeikh Hasanuddin datang ke pulau Jawa (Karawang) bersama armada ekspedisi Muhammad Cheng Ho (Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong) dari dinasti Ming pada tahun 1405 M. Di karawang ia mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Quro. Oleh karena itu ia mendapat gelar (laqab) Syeikh Qura.

Pondok Quro merupakan lembaga pendidikan Islam (pesantren) pertama di tanah Pasundan. Kemudian setelah itu muncul pondok pesantren di Amparan Djati daerah gunung Djati (Syeikh Nur Djati). Setelah Syeikh Nurul Djati meninggal dunia, pondok pesantren Amparan Djati dipimpin oleh Syeikh Datuk Kahfi atau Syeikh Idhopi, seorang ulama asal Arab

2. Dari pernikahannya itu lahirlah dua anak yaitu Walangsungsang (kelak dia dikenal dengan nama pangeran Cakrabuana) dan Nyi Rarasantang.

Kedua anak Sri Baduga itu lebih memilih Islam (kepada ibunya) daripada Sanghyang (agama bapaknya).

Keduanya kemudian diusir dari istana kerajaan Sunda karena tidak diijinkan memeluk Islam.

3. Walangsungsang berguru kepada Syeikh Nurjati di pesisir laut utara Cirebon. Setelah itu ia bersama adiknya, Nyi Mas Lara Santang berguru kepada Syeikh Datu Kahfi (Syeikh Idhofi).

4. Walangsungsang bersama Ki Gedeng Alang-Alang berhasil membuka perkampungan muslim daerah pesisir. Pemukiman baru itu dimulai tanggal 1 Muharam 849 Hijrah (8 April 1445 M).   Kemudian darah pemukiman baru itu diberi nama Cirebon. Penamaan ini diambil dari kata atau bahasa Sunda, dari kata “cai” (air) dan “rebon” (anak udang, udang kecil, hurang). Memang pada waktu itu salah satu mata pencaharian penduduk pemukiman baru itu adalah menangkap udang kecil untuk dijadikan bahan terasi. Sebagai kepada (kuwu; Sunda) pemukiman baru itu adalah Ki Gedeng Alang-Alang, sedangkan wakilnya dipegang oleh Walangsungsang dengan gelar Pangeran Cakrabuana atau Cakrabumi.

Setelah beberapa tahun semenjak dibuka, pemukian baru itu (pesisir Cirebon) telah menjadi kawasan paling ramai (dijawabarat) dikunjungi oleh berbagai suku bangsa. Tahun 1447 M, jumlah penduduk pesisir Cirebon berjumlah 348 jiwa, terdiri dari 182 laki-laki dan 164 wanita. Sunda sebanyak 196 orang, Jawa 106 orang, Andalas 16 orang, Semenanjung 4 orang, India 2 orang, Persia 2 orang, Syam (Damaskus) 3 orang, Arab 11 orang, dan Cina 6 orang. Agama yang dianut seluruh penduduk pesisir Cirebon ini adalah Islam.

5. Pangeran Cakrabuana dan Nyai Mas Lara Santang pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah hajji.

Ketika di Mekah, Pangeran Cakrabuana dan Nyi Mas Lara Santang bertemu dengan Syarif Abdullah, yaitu seorang penguasa (sultan) kota Mesir pada waktu itu.

Setelah selesai menunaikan ibadah haji, Pangeran Cakrabuana mendapat gelar Haji Abdullah Iman, dan Nyi Mas Lara Santang mendapat gelar Hajjah Syarifah Muda’im.

Selanjutnya, Nyi Mas Larasantang dinikahkan oleh Pangeran Cakrabuana dengan Syarif Abdullah.

6. Selang beberapa waktu setelah pengeran Cakrabuana kembali ke Cirebon, kakeknya dari pihak ibu yang bernama Mangkubumi Jumajan Djati atau Ki Gedeng Tapa meninggal dunia di Singapura (Mertasinga). Yang menjadi pewaris tahta kakeknya itu adalah pangeran Cakrabuana. Akan tetapi, Pangeran Cakrabuana tidak meneruskan tahta kekuasaan kakeknya di Singapura (Mertasinga). Ia membwa harta warisannya ke pemukiman pesisir Cirebon. Dengan modal harta warisan tersebut, pangeran Cakrabuana membangun sebuah keraton bercorak Islam di Cirebon Pesisir. Keraton tersebut diberi nama Keraton Pakungwati. Dengan berdirinya Keraton Pakungwati berarti berdirilah sebuah kerajaan Islam pertama di tatar Sunda Pajajaran. Kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana tersebut diberi nama Nagara Agung Pakungwati Cirebon atau dalam bahasa Cirebon disebut dengan sebutan Nagara Gheng Pakungwati Cirebon.

7. Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata (atau Prabu Suliwangi) merasa senang. Kemudian ia mengutus Tumenggung Jayabaya untuk melantik (ngistrenan; Sunda) pangeran Cakrabuana menjadi raja Nagara Agung Pakungwati Cirebon dengan gelar Abhiseka Sri Magana. Dari Prabu Siliwangi ia juga menerima Pratanda atau gelar keprabuan (kalungguhan kaprabuan) dan menerima Anarimakna Kacawartyan atau tanda kekuasaan untuk memerintah kerajaan lokal.

7. Adalagi putera Raja Pajajaran yang terkenal yaitu KIAN SANTANG. Keberadaannya sering digeneralisir sebagi mitos, tetapi melihat bukti-bukti sejarah, tokoh Kian Santang ini nyata.

Beliau dikenal juga dengan sebutan Gagak Lumayung dan melakukan dakwah dipedalaman.

8. Pernikahan Nyi Mas Larasantang dengan Syarif Abdullah putera penguasa Mesir melahirkan putera yang diberinama SYARIF HIDAYATULLAH. Syarif Hidayatullah kemudian pergi ke Cirebon meninggalkan Mesir.

Selama di perjalanan menujuk kerajaan Islam Pakungwati di Cirebon, Syarif Hidayatullah menyempatkan diri untuk singgah di beberapa tempat yang dilaluinya. Di Gujarat India, ia singgah selama tiga bulan dan sempat menyebarkan Islam di tempat itu. Di Gujarat ia mempunyai murid, yaitu Dipati Keling beserta 98 anak buahnya. Bersama Dipati Keling dan pengikutnya, ia meneruskan perjalanannya menuju tanah Jawa. Ia pun sempat singgah di Samudera Pasai dan Banten. Di Pasai ia tinggal selama dua tahun untuk menyebarkan Islam bersama saudaranya Syeikh Sayyid Ishak. Di Banten ia sempat berjumpa dengan Sayyid Rakhmatullah (Ali Rakhmatullah atau Syeikh Rahmat, atau Sunan Ampel) yang sedang giatnya menyebarkan Islam di sana.

Di Cirebon Syarif Hidayatullah menyebarkan Islam bersama Syekh Nurzati. Perkembangan Islam begitu pesat diterima masyarakat, dan gerakannya sampai ke “puseur dayeuh” Galuh.

9. Diam – diam, Prabu Siliwangi merasa khawatir akan gerakan Dakwah cucunya sendiri Syarif Hidayatullah yg juga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.

Prabu Siliwangi akhirnya memindahkan Ibukota Pajajaran ke Pakuan (bogor).

10. Pada tahun 1479, Pangeran Cakrabuana mengundurkan diri dari tapuk pimpinan kerajaan Pakungwati. Sebagai penggatinya, maka ditasbihkanlah Syarif Hidayatullah sebagai sultan Cirebon yang baru. Di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah, Pakungwati mengalami puncak kemajuannya, sehingga atas dukungan dari rakyat Cirebon, Wali Songo, dan Kerajaan Demak, akhirnya Pakungwati melepaskan diri dari Pajajaran. Sudah tentu, sikap ini mengundang kemarahan Prabu Jaya Dewata dan berusaha mengambil alih kembali Cirebon. Namun penyerangan yang dilakukan Prabu Jaya Dewata tidak berlangsung lama.

11. Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda (atas permintaan Prabu Siliwangi), reaksi akan semakin luasnya pengaruh kerajaan Cirebon islam yang bekerjasama dengan kerajaan Demak Islam.

13. Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak dan Cirebon dipimpin Fatahilah, ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.

Penyerbuan ini dipimpin Fatahilah sebagai panglima perang Demak.

14. Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedangkan Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya. Selanjutnya Fatahillah ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu putra Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sebakingking. Di kemudian hari Pangeran Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.

15. Kerajaan Pajajaran akhirnya runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Tahta kerajaan Pajajaran berlangsung turun-temurun : Ratu Dewata; Ratu Sakti, Prabu Nilakendra dan yang terakhir Prabu Ragamulya Suryakancana.

Di pihak Cirebon sendiri, putera Susuhunan Jati Cirebon, yaitu Pangeran Sabakingkin, telah berhasil mendirikan kerajaan bercorak Islam Surasowan Wahanten (Banten) dan melakukan beberapa kali penyerbuan ke Pajajaran. Pakuan Pajajaran direbut dan dimusnahkan oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Hasanudin.

Pajajaran sirna ing bhumi, atau Pajajaran lenyap dari muka bumi pada tanggal 11 bagian terang bulan wasaka tahun 1511 Saka atau 11 Rabi’ul Awal 978 hijriah atau tanggal 8 mei 1579 M.

Setelah runtuhnya kerajaan Hindu Pajajaran, muncullah 3 kerajaan Islam yang merdeka di tatar Sunda :

        Kerajaan Islam Pakungwati Cirebon;

        Kerajaan Islam Surasowan Banten; dan

        Kerajaan Islam Sumedanglarang.

Daftar Pustaka:

1. http://serbasejarah.wordpress.com

2. http://adhuy.wordpress.com/2006/02/14/sejarah-sunda-130-1579-m-yoseph-iskandar/

3. http://opickumis.multiply.com/journal/item/25

Leave a comment